Selasa, 04 Januari 2011

DEGRADASI MORAL APARAT PENEGAK HUKUM

    Tahun 2010 merupakan dominasi kejadian aneh dibidang hukum, banyak yang terjadi sehingga perhatian masyarakat terfokus kasus hukum. Mulai dari kasus yang melibatkan kalangan bawah hingga atas menjadi sajian setiap hari disetiap media massa baik cetak maupun elektronik. Anehnya setiap kasus yang terjadi menimbulkan beberapa keanehan dimana menurut masyarakat telah terjadi pembelian hukum dibeberapa kalangan. Padahal elit negri ini selalu berbicara disetiap kesempatan bahwa “hukum harus ditegakkan”, namun itu hanya sebuah isapan jempol semata. Jika diibaratkan hukum menjadi panglima bagi mereka yang bisa membayar penegak hukum.
    Koruptor merupakan orang terdepan yang siap membeli pasal dan lamanya hukuman. Terlalu banyak kepentingan berbagai kalangan elit membuat hukum memandang yang banyak “bulunya”. Presiden SBY pada kesempatan memerintah pada periode kedua berjanji akan menegakkan supremasi hukum, tapi para bawahnya tidak sejalan dengan komitmen tersebut. Dapat dikatakan indah dibibir tapi pahit dilidah dan juga perilaku selain itu pemerintahan saat ini sangat tergantung pada kepentingan siapa yang dibela. Sehingga kejahatan mafia hukum sudah sangat sistematis dan mengakar dengan kuat.
    Ingatkah anda dengan kejadian “Aulia Pohan” yang dijebloskan ke penjara oleh KPK atas kasus korupsi dana BI 100 milyar rupiah. Setelah ia di nyatakan bersalah kita dikagetkan dengan kejadian ketua KPK yang terjerat kasus pembunuhan berencana, aneh dan janggal kasus ini disebabkan karena seorang cady wanita. Berbagai fakta yang terjadi amat mengherankan dan tidak masuk akal, dimana Antasari Azhar dihukum kurang lebih 18 tahun penjara. Selanjutnya kasus suap Bibit dan Chandra yang populer disebut “Cicak Vs Buaya” saat penyelidikan bukti-bukti tidak mengarah bahawa mereka menerima suap. Lucunya saat Kapolri saat itu Bambang Hendars Danuri saat melakuka pertemuan dengan anggota DPR menyatakan “bahwa bukti yang ada sangat kuat”. Tetapi pada perkembangannya jauh dari harapan bukti tersebut sama sekali tidak menyatakan indikasi suap pada kedua pimpinan KPK tersebut. Ditambah lagi saat rekaman penyadapan yang diperdengarkan di MK semakin membuat kepolisian dan kejaksaan hanya menjadi alat kepentingan elit  koruptor.  Meskipun sampai saat ini kasus keduanya masih bergulir dan menjadi perdebatan.
    Dan satu lagi saat Susno Duadji memberi keterangan dahyat soal mafia di kepolisian, ia mengatakan bahwa banyak perwira di kepolisian menjadi “MARKUS”. Hal ini membuka kejadian yang selama ini tidak diketahui oleh masarakat selama ini, yaitu kasus “GAYUS”. Hingga begitu heboh kasus ini sampai-sampai Satgas Mafia Hukum turun tangan. Namun apa daya terlalu banyaknya kepentingan dan banyaknya elit petinggi negara yang akan terseret membuat kepolisian seakan mandul dan tak berdaya sama sekali. Apalagi saat Gayus mengatakan menerima uang dari beberapa perusahaan grup Bakrie, semakin membuat kepolisian hilang akal dan nyali.
    Alasan yang dikemukakan pun janggal dan tidak masuk akal mulai dari sulitnya membuktikan aliran dana hingga orang yang menyerahkan uang tersebut. Anehnya polisi tidak meminta bantuan kepada PPATK untuk menelusuri aliran dana tersebut dan juga PPATK tidak inisiatif untuk memberikan data dan dokumen menyangkut hal tersebut. Dapat dikatakan bahwa keseriusan aparat penegak hukum dipertanyakan dan diuji saat menagani kasus-kasus besar.
Lalu apa yang membuat penegak hukum menjadi mandul, tidak serius, dan setengah hati, saya akan memberikan tiga faktor yang mempengaruhi. Diantaranya :
1.    Loyalitas
    Kesetiaan atau loyalitas amat penting dalam tugas seorang aparat. Tanpa      itu mereka tidak akan menjalani pekerjaannya secara serius dan sungguh-    sungguh, sebab kesetiaan menjadi benteng dalam meredam segala godaan     dari para penjahat terutama  koruptor. Jika aparat penegak hukum     melanggar hal ini maka ia telah mengkhianati  negara, bangsa, dan     institusinya.
2.    Godaan
Seorang penegak hukum secara tidak langsung memiliki kekuasaan dibidang hukum . Maka penjahat akan melakukan segala daya upaya untuk membeli kekuasaan yang dimiliki aparat penegak hukum. Ditambah lagi jika semakin tinggi pangkat seorag penegak hukum maka semakin kuat godaan yang menerpa mereka.
3.    Agama
Setiap orang pasti memeluk agama meskipun berbeda satu sama lain. Aparat penegak hukum pun juga memeluk agama, sebab agama merupakan benteng terkuat dalam menghadapi setiap godaan mulai dari hal kecil hingga besar. Dalam menjalani pendidikan sebelum bertugas agama pasti dijadikan dasar dalam menegakkan suatu hukum dan tidak asal membela yang bayar tetapi membela yang benar. Jika mereka tidak menjadikan agama sebagai panglima makan penegak hukum hanya sekumpulan manusia tanpa jiwa dan tujuan, maka agama hanya sebagai hiasan di KTP masing-masing.
4.    Kesejahteraan
aparat penegak hukum adalah manusia yang membutuhkan sandang, pangan, dan papan. Logisnya jika mereka sejahtera maka tugas akan dijalankan dengan penuh konsentrasi dan fokus, tapi hal ini jauh dari harapan dapat diberi contoh bahwa gaji seorang polisi dengan pangkat terendah hanya Rp.2000.000 sangat jauh dari peningkatan harga kebutuhan yang terus melambung tak terkendali. Maka kesejahteraan akan membentuk mental aparat penegak hukum yang mantap dan tahan dengan godaan materi.
Dari keempat faktor di atas saling mendukung satu sama lain, jika salah satunya hilang maka bersiaplah untuk kehilangan para penegak hukum yang jujur dan setia kepada negara. Dalam faktor agama amat penting dukungan keluarga untuk mencegah mereka berbuat dosa dan faktor kesejahteraan akan membentuk mental seorang pemberi bukan peminta. Khusus kesejahteraan pemerintah telah membuat kebijakan remunerasi bagi TNI dan P
Selain itu keseriusan setiap pimpinan institusi penegak hukum tidak hanya dilisan saja tapi pada tindakan nyata dalam penegakkan hukum, kalau harus mereka harus belajar pada Mahfud MD ketua dari Mahkamah Konstitusi yang sejauh ini bersih dan tidak membela yang bayar. Selain itu presiden harusnya menjalakan apa yang ia katakan yaitu  “taat kepada hukum” maka seharusnya ia memerintahkan bawahnya untuk serius menegakkan hukum. Jadi keseriusan dalam tindakan sangat ditunggu oleh masyarakat yang selama ini belum menemukan keadilan. (TULUS)                                                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar